Kolaborasi Diplomasi Indonesia-Cina untuk Gaza, Mampukah?

Kolom

Kolaborasi Diplomasi Indonesia-Cina untuk Gaza, Mampukah?

Virdika Rizky Utama - detikNews
Kamis, 23 Nov 2023 13:40 WIB
virdika
Virdika Rizky Utama (Foto: dok. pribadi)
Jakarta -

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan beberapa menteri luar negeri Organisasi Kerjasama Islam (OKI) akan bertemu dengan Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi untuk membahas konflik Gaza. Lanskap diplomasi internasional baru-baru ini telah menyaksikan pergeseran yang signifikan, ditandai dengan munculnya peran negara-negara seperti Cina dan Indonesia. Negara-negara ini melangkah ke panggung global, menghadapi isu-isu yang kompleks dan menantang secara historis seperti konflik Israel-Palestina dan menengahi perselisihan yang telah berlangsung lama seperti konflik Arab Saudi-Iran. Dinamika yang berkembang dalam diplomasi global ini mencerminkan pergeseran dari pendekatan tradisional yang berpusat pada Barat, yang menandakan pergerakan menuju tatanan dunia yang lebih multipolar.

Indonesia, dengan populasi muslim yang signifikan dan peran yang berpengaruh dalam OKI telah menjadi suara yang konsisten dalam mengadvokasi hak-hak Palestina. Mandat yang diberikan oleh OKI baru-baru ini untuk memprakarsai tindakan yang bertujuan untuk menghentikan perang di Gaza menggarisbawahi komitmen dan status Indonesia yang semakin meningkat di dunia Islam. Pendekatan ini sejalan dengan teori-teori liberal dalam hubungan internasional yang menekankan kerja sama, penyelesaian masalah secara kolektif, dan kepatuhan terhadap norma-norma internasional.

Keterlibatan Tiongkok dalam sengketa internasional ini menandai perluasan jangkauan diplomatiknya di luar fokus regional tradisionalnya. Langkah ini dapat dilihat melalui lensa teori realis sebagai upaya strategis untuk memperluas pengaruh global Tiongkok dan mengimbangi dominasi Barat, terutama AS, dalam urusan internasional. Meskipun masih baru, langkah Cina ke dalam diplomasi Timur Tengah menunjukkan ambisinya untuk diakui sebagai kekuatan global yang signifikan yang mampu mempengaruhi hasil dari perselisihan internasional yang besar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jalinan antara realisme dan liberalisme terlihat jelas dalam upaya diplomasi ini. Ekspansi strategis Tiongkok sejalan dengan teori realis yang berfokus pada dinamika kekuasaan dan kepentingan nasional. Sementara itu, pendekatan Indonesia selaras dengan cita-cita liberal yang menekankan kerja sama internasional dan kerangka hukum.

Namun, kedua negara membutuhkan bantuan dalam upaya diplomatik mereka. Konflik Israel-Palestina, dengan dimensi historis, agama, dan politiknya yang kompleks membutuhkan navigasi yang hati-hati. Selain itu, pengalaman Cina yang terbatas dalam diplomasi Timur Tengah dan kekhawatiran tentang catatan hak asasi manusianya menambah lapisan skeptisisme mengenai perannya sebagai mediator.

ADVERTISEMENT

Terlepas dari tantangan-tantangan tersebut, kolaborasi antara Indonesia dan Cina menghadirkan peluang-peluang yang unik. Ini adalah kesempatan bagi Indonesia untuk menegaskan kepemimpinannya dalam diplomasi Islam global dan meningkatkan posisi internasionalnya. Bagi Cina, ini merupakan langkah penting untuk menjadi pemain kunci dalam diplomasi global, yang berpotensi membentuk kembali dinamika kekuatan dalam urusan Timur Tengah.

Efektivitas keterlibatan Indonesia dan Cina dalam konflik Israel-Palestina akan bergantung pada kemampuan mereka untuk menghadirkan solusi inovatif dan menggalang dukungan dari para pemangku kepentingan utama, termasuk negara-negara Arab, Israel, dan negara-negara Barat. Meskipun terobosan langsung mungkin tidak mungkin terjadi karena kompleksitas konflik dan posisi yang mengakar dari pihak-pihak yang terlibat, inisiatif ini dapat menjadi dasar bagi upaya perdamaian jangka panjang.

Keberhasilan Tiongkok baru-baru ini dalam menengahi konflik yang telah berlangsung lama antara Arab Saudi dan Iran semakin meningkatkan statusnya sebagai pembawa perdamaian global. Pencapaian ini dan potensi perannya dalam perundingan perdamaian Rusia-Ukraina menunjukkan kapasitas Tiongkok yang terus meningkat untuk terlibat dalam isu-isu internasional yang kompleks. Pendekatan Tiongkok, yang sering melibatkan insentif ekonomi dan manfaat nyata, telah membawa pihak-pihak yang bertikai ke meja perundingan dan menemukan jalan ke depan untuk kepentingan bersama.

Kolaborasi antara Indonesia dan Cina dalam konflik Israel-Palestina, yang dilatarbelakangi oleh pencapaian diplomatik Cina baru-baru ini, menandai momen penting dalam hubungan internasional. Inisiatif ini merupakan pergeseran menuju pendekatan yang lebih inklusif, multipolar, dan seimbang dalam penyelesaian konflik.

Keberhasilan kemitraan ini dapat menandai era baru dalam diplomasi internasional, di mana negara-negara yang sedang berkembang seperti Tiongkok, bekerja sama dengan pemain-pemain regional utama seperti Indonesia, mengambil peran yang lebih aktif dalam mengatasi dan menyelesaikan tantangan global. Pergeseran paradigma diplomatik ini bukan hanya perubahan pada para pemain yang terlibat, tetapi juga transformasi dalam pendekatan terhadap konflik internasional dan pemeliharaan perdamaian.

Seiring dengan berkembangnya upaya bersama ini, upaya ini memiliki potensi untuk memberikan dampak pada konflik Israel-Palestina dan membentuk kembali lanskap yang lebih luas dari diplomasi global dan resolusi konflik. Keberhasilan Indonesia dan Cina dalam mengarungi perairan diplomasi Timur Tengah yang rumit ini, yang menawarkan perspektif baru tentang perdamaian dan resolusi konflik, akan diawasi secara ketat oleh masyarakat internasional. Hal ini menandakan dimulainya era baru dalam resolusi konflik dan kerja sama internasional, menjadi preseden bagi keterlibatan diplomatik di masa depan dan berpotensi membentuk kembali lanskap resolusi konflik internasional.

Sebagai penutup, upaya kolaboratif Indonesia dan Cina dalam diplomasi global, khususnya dalam konflik Israel-Palestina, menandakan adanya potensi pergeseran menuju tatanan dunia yang lebih multipolar dan adil. Kemitraan ini, yang memadukan komitmen Indonesia terhadap prinsip-prinsip internasional liberal dengan ketajaman strategis Cina, dapat membentuk kembali diplomasi tradisional yang didominasi oleh Barat. Keberhasilan upaya bersama mereka dapat mendorong negara-negara lain untuk mengambil peran diplomatik yang lebih aktif, yang berpotensi mengarah pada proses pengambilan keputusan global yang lebih inklusif.

Namun, efektivitas aliansi ini dalam mengatasi kesenjangan geopolitik yang kompleks masih menjadi ujian yang sangat penting. Jika berhasil, aliansi ini dapat membawa perspektif baru terhadap konflik yang telah berlangsung lama dan mendorong evaluasi ulang dinamika kekuatan global, serta menawarkan cetak biru untuk kolaborasi internasional di masa depan. Pada intinya, tindakan dan hasil dari kemitraan ini mungkin akan sangat menentukan kontur era baru dalam hubungan internasional yang ditandai dengan kepemimpinan yang beragam dan resolusi konflik yang kooperatif.

Virdika Rizky Utama peneliti PARA Syndicate, mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik Shanghai Jiao Tong University

(mmu/mmu)